Thursday, August 04, 2011

Siapa Yang Pantas Disebut Pahlawan??

 Cerpen ini sudah saya terbitkan di blog saya sebelumnya (http://www.blognaamel.blogspot.com) juga di catatan fesbuk. tapi karena ini adalah cerpen pertama saya yang mendapat penghargaan (Juara II Lomba Cerpen KIR SMA 1 Polewali, he he he .... ). ini sekaligus menjadi cerpen perdana saya, perdana karena saya sudah sering mengarang cerpen tapi belum ada satupun yang sampai terselesaikan endingnya, ini cerpen pertama saya yang punya ending.... dan ini adalah cerpen yang memotivasi saya untuk mengarang yang lainnya lagi....... nah sekarang silahkeun dibaca yaaaahhh.......... cekidooot....

 SIAPA YANG PANTAS DISEBUT PAHLAWAN??

Ivan berjalan tertatih-tatih menuju trotoar jalan raya saat lampu jalan sudah mulai menyala, sepintas ia melirik jam tangannya, sudah pukul 6 sore. Rasa perih di pelipis kanannya kian terasa saat hembusan angin sore mengenai wajahnya. “auwww” ia meringis kecil sambil memegangi pelipisnya itu. Belum reda rasa perih di pelipisnya, rasa sakit dan mual kembali muncul dari bagian tubuhnya yang lain, perutnya kini juga mulai bereaksi merespon pukulan bertubi-tubi dari anak-anak SMA 21 di gang belakang sekolahnya tadi. Bagaimana tidak, ia dikeroyok oleh lima orang siswa berseragam SMA 21 dan ia hanya sendiri.
Beberapa meter berjalan ia pun sampai di halte tempat ia biasa menunggu mobil angkutan yang akan membawanya ke rumahnya. Sambil menunggu, Ivan membeli sebotol minuman soda untuk melegakan tenggorokannya yang dari tadi kering, mungkin juga ini akan membuat rasa mualnya sedikit hilang. Sambil meminum minuman soda Ivan duduk menatap setiap kendaraan yang lewat. Jalan raya sore ini tampak sangat ramai, ya ini memang hari sabtu, waktunya untuk melepas kepenatan dari seminggu beraktivitas. Semakin lama memandang ke jalan raya, dengan lalu lalang kendaraan yang begitu banyak membuat kepala Ivan menjadi pusing, perutnya semakin terasa mual. Sesaat kemudian jalan raya seolah menjadi putih, semuanya berkunang-kunang……… dan Ivan akhirnya terjatuh di trotoar dari tempatnya duduk. Darah segar mengucur dari pelipisnya yang memang sudah luka.
**************************
“Hei, apakah Anda orang Indonesia juga?” samar-samar Ivan mendengar seseorang berbicara. “Ya, saya dari Indonesia, kita sama”, jawab suara yang lain. Perlahan-lahan Ivan membuka matanya. Tampak di sekelilingnya suasana yang sejuk, tempat yang begitu berbeda dengan suasana jalan raya yang bising dan penuh dengan polusi udara tadi.
“Hmmmm….. kalau melihat dari pakaian Anda, saya bisa menebak kalau Anda dulu adalah seorang tentara?”, Tanya seseorang berpakaian dokter kepada seorang yang berpakaian seperti anggota TNI lengkap dengan banyak tanda jasa di seragamnya. “Ya benar” jawabnya dengan bangga. Ivan heran melihat semuanya, ia bertanya-tanya di dalam hatinya di manakah ia sebenarnya? Mengapa ada dua orang ini di sini?. Belum habis keheranan Ivan, si bapak TNI memanggilnya untuk ikut bergabung dengan mereka.
“Saya adalah orang yang sangat berjasa bagi Negara Indonesia?” kata bapak TNI dengan bangganya. “Kenapa bapak berkata seperti itu?”, Tanya sang dokter kemudian. “Anda tak tahu? Saya adalah pelindung Negara, tanpa saya Indonesia akan terus diserang oleh pihak asing, saya dan teman-teman saya adalah benteng Negara.” Katanya dengan nada tinggi dan tersirat perasaan bangga. “Saya rasa Anda salah, lalu bagaimana jika Anda sakit? Tentu saja Anda tak bisa melindungi Negara dengan baik kan?”, kata si dokter tak mau kalah. “Tentu saja saya akan pergi ke dokter”. “Begitu? Jadi yang pantas disebut pahlawan di sini adalah saya. Tanpa saya dan teman-teman saya Anda dan para anggota TNI lainnya tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kalian sakit.” Kata si dokter dengan mantap. Si bapak TNI hanya tersenyum kecut kepada sang dokter. Ivan semakin bingung, ia tak tahu harus berbuat apa. Ia sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan kedua orang tersebut. Ivan adalah tipe anak SMU yang tidak peduli pada masalah sosial, yang dipedulikannya hanyalah bagaimana cara meloncat pagar ketika tiba di sekolah, cara membuat contekan tercanggih dan cara-cara membuat hidup menjadi fun.



“Anda semua salah bapak-bapak, tidakkah Anda menyadari bagaimana kalian semua bisa menjadi seorang TNI ataupun seorang dokter?” tiba-tiba muncul seorang wanita berpakaian rapih. “Tentu saja saya bisa meraih semua ini dengan kerja keras, pantang menyerah hinga saya bisa masuk ke Akademi Militer.” kata bapak TNI dengan mantap. “Ya, saya juga bisa meraih semua ini dengan kerja keras yang telah saya lakukan bertahun-tahun. Saya belajar keras hingga bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri.” Timpal si dokter tak kalah mantapnya.
“Begitukah? Ya Anda semua bisa sesukses ini karena Anda memulainya dari belajar terlebih dahulu mengenai hal tersebut. Lalu siapa yang telah mengajari Anda? Tidakkah Anda sadari bahwa ada orang-orang yang telah sangat berjasa dalam hidup Anda, yang membuat Anda bisa membaca, menulis dan berbicara. Menjadikan Anda dari seorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu? Merekalah guru, seperti saya. Anda semua tidak akan bisa melindungi Negara dan mengobati orang sakit jika saja tidak ada guru yang semula mengajari Anda. Jadi yang pantas disebut pahlawan di sini adalah saya. Pahlawan tanpa tanda jasa, bukan hanya bapak TNI yang punya banyak tanda jasa di pakaian yang layak disebut pahlawan.” Celoteh sang Ibu guru panjang lebar.
Perlahan-lahan Ivan mulai tertarik dengan pembicaraan mereka. Perdebatan antara siapakah yang paling pantas disebut sebagai pahlawan.
“Tapi bagaimana caranya Ibu akan mengajar kalau ibu sedang sakit? Ibu pasti membutuhkan seorang dokter kan?”, kata si dokter ketus. “Ya, dan bagaimana juga ibu bisa mengajar kalau suasana Negara tidak tenang dan kita masih dijajah? Anda pasti membutuhkan seorang yang kuat seperti saya untuk berlindung kan?” timpal si bapak TNI tak mau kalah.
“Lalu bagaimana Anda semua bisa melakukan hal-hal dalam hidup Anda tanpa seni. Kita semua tahu seni ada di mana-mana. Senjata yang bapak pergunakan dirancang sedemikian rupa untuk membuat bapak nyaman. Itu adalah seni. Rumah sakit yang dokter pergunakan dirancang dengan arsitektur terbaik untuk membuat pasien menjadi nyaman dirawat di dalamnya. Buku-buku pelajaran yang ibu gunakan dirancang dengan menarik untuk membuat siswa tidak bosan mempelajarinya. Itu adalah seni. Jadi kalian tidak bisa melakukan banyak hal dengan nyaman tanpa seni. Senimanlah yang sebenarnya pantas disebut sebagai pahlawan, meskipun banyak orang yang kadang tak memandang kami selama ini.” Seorang berambut gondrong tiba-tiba muncul dan turut berkomentar dalam pembicaraan tersebut.
Si bapak TNI, dokter dan guru hanya bisa tertawa merendahkan si seniman. “Selama saya hidup di dunia, saya belum pernah mendengar seorang seniman disebut sebagai pahlawan pak, bapak jangan mimpi untuk bisa menjadi pahlawan.” Kata Bapak TNI dengan sombongnya.
“Hmmmm…… mendengar pembicaraan bapak-bapak dan ibu dari tadi, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa semua orang layak disebut sebagai pahlawan. Sepanjang orang tersebut bisa melakukan hal-hal yang berguna bagi hidup orang lain. Jadi kalian tidaklah harus berdebat untuk hal ini.” Tiba-tiba Ivan memberanikan diri untuk berbicara.
“Hei anak kecil tahu apa kamu” kata si Ibu guru. “kamu kan hanya anak SMU yang masuk dalam kategori anak-anak nakal yang masa depannya suram. Coba lihat lebam di pelipis kamu, pasti kamu baru saja tawuran kan?” lanjutnya. Ivan seakan mendapatkan temparan keras dari kata-kata si Ibu guru tadi.
Ia jadi teringat kata-kata guru BK yang sudah seringkali menasehatinya, kata-kata orang tuanya yang sepertinya sudah bosan menghadapi ulahnya. Ledekan teman-temannya dan banyak lagi pandangan negative terhadapnya.



Tiba-tiba semuanya bising. Ivan mendengar suara-suara bising seperti di jalan raya, tapi sekarang lebih tenang sedikit.
******************************
Jari Ivan mulai bergerak. Seno yang sedari tadi duduk menunggunya sambil menonton TV langsung beranjak dari duduknya dan mulai mengajak Ivan berbicara. “Van, kamu baik-baik aja kan?” tanyanya dengan nada prihatin. “Di mana nih Sen?” Tanya Ivan dengan suara serak. “Ini di rumahku, tadi kamu pingsan di trotoar. Untung aja aku lewat.”
“Sen, tadi ada bapak tentara, dokter, ibu guru sama seniman. Sekarang di mana mereka?” Tanya Ivan lagi. “kamu lagi ngomong apa sih? Di sini hanya ada aku, nggak ada lagi orang lain. Oh ya aku ambil minum dulu ya.” Kata Seno dan kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambilkan air minum kepada Ivan.
“Nih minum” beberapa saat kemudian Seno muncul sambil membawa segelas air putih. “Sen sekarang tanggal berapa ya?” Tanya Ivan. “sepuluh, emangnya kenapa?” “Ooow tanggal sepuluh ya? Pantas aja” gumam Ivan. “pantas kenapa?” Tanya Seno heran. “Nggak kok, eh Sen menurut kamu mana yang pantas disebut pahlawan? TNI, dokter, guru atau seniman?” “kamu baru aja mimpi tentang mereka ya? Dari tadi ngomongin mereka melulu. Kalau menurut aku sih para bukan hanya mereka yang layak disebut pahlawan. Pemulung sampah sekalipun pantas untuk disebut sebagai pahlawan, mereka juga kan turut berjasa bagi manusia. Memunguti sampah untuk didaur ulang. Mereka berjasa untuk mengurangi limbah yang dapat berakibat buruk bagi manusia. Dan tau nggak? Limbah itu bisa menyebabkan global warming, isu yang sedang hangat saat ini. Dan kamu tahu ozon semakin menipis dan lubang hitam semakin terbentuk, dan kamu tahu apa yang akan terjadi dengan Bumi?..........” “udah Sen, aku pusing denger ocehan kamu dari tadi”. Kata Ivan sambil memegangi belakang kepalanya.
“he he, tapi kenapa kamu jadi nanyain itu? Biasanya kan nanyanya ‘Sen udah belajar blom? Kasi contekan ya?’ “ celoteh Seno bercanda. “nggak kenapa-kenapa, ya udah deh aku balik ya, udah malam ntar orang tuaku nyariin lagi. “ Ivan beranjak dari sofa tempatnya tadi berbaring dan mengambil tasnya. “Tapi Van, emangnya kepala kamu udah gak sakit lagi?” “masih sakit sih, tapi aku pengen cepet-cepet pulang buat ngerencanain semuanya. Oke bro, dan thanks ya udah sudi buat ngerawat anak nakal ini”. Katanya sambil berjalan dengan penuh semangat. Meskipun perih di pelipisnya masih terasa.
*******************************
“pagi pak” sapa Ivan pada Pak Mugi satpam sekolah. “Pagi” jawab Pak Mugi heran, ia melirik jamnya. Gak salah ni? Biasanya tuh anak datengnya sejam lagi, tapi………… Pak Mugi berkata dalam hati dan terheran-heran sendiri. “Eh Van, ntar ada ulangan sejarah. Aku kasih contekan deh, sebagai rasa solider karena kamu lagi sakit.” Kata Seno sambil menepuk pundak Ivan. “Gak usah Sen, dapet nol, juga nggak apa-apa yang penting usaha sendiri.” Ivan menimpali dengam senyum khasnya. Seno terheran-heran melihat tingkah sobatnya. Ini bukan Ivan yang aku kenal, biasanya dia yang mohon-mohon dikasi contekan, eh sekarang mau dikasi gratis kok nolak? Kata Seno dalam hatinya. “Aku pengen jadi pahlawan Sen………. Dan semuanya harus dimulai dari hal kecil dengan kejujuran” kata Ivan kembali.
Karya : Amalia Tangdilambi (XI IPA 1)

K-Drama Secret Garden OST

- That Woman
- Sun Flower, Hyun Bin, ha Ji Won
- I only see you
- Will You Smile for Me
- Sweet Holiday
- Shout to the World
- CEO Kim Joo Won, Hyun Bin
-  She's leaving, Hyun Bin
- You're my everything
- Today more than yesterday
- Constellation of tears
- I only see you (joo won)
- secret garden